Selasa, 04 Februari 2020

Santri dan kewajiban sholat

Shalat Tahajud hukumnya sunah muakkad. Sunah yang sangat dikokohkan. Dalam artian Rasulullah Saw. tidak pernah meninggalkannya. Bagi beliau, Shalat Tahajud hukumnya wajib, tapi bagi umatnya sunah. Mengenai Shalat Tahajud, Allah Swt. berfirman:
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا
Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (Qs. Al-Isra (17) : 79)
Mengenai tafsir dari ayat tersebut, dijelaskan dalam Tafsir Jalalain, Juz 1/hal. 234 tentang lafadz “nafilatan laka“:
فريضة زائدة لك دون امتك او فضيلة على الصلوات المفروضة
Sebagai kewajiban tambahan bagimu, tidak untuk umatmu. Atau menjadi pelengkap (kesempurnaan) dari shalat lima waktu. (Baca: Tiga Keutamaan Shalat Tahajud)
Artinya, Allah Swt. mewajibkan Shalat Tahajud pada Baginda Nabi Muhammad Saw. sebagai tambahan kewajiban dari selain yang lima waktu. Ini khususiyah untuk nabi sehingga umatnya hanya dianjurkan saja (sunnatun muakkadatun) oleh beliau.
Shalat Tahajud adalah shalat sunah yang harus dikerjakan pada malam hari dengan syarat sudah melaksanakan Shalat Isya. Shalat Tahajud dilaksanakan sesudah tidur walau hanya sebentar.
Adapun dalam kehidupan santri di sebagain pesantren, Shalat Tahajud tidak lagi dihukumi sunah, tapi diwajibkan. Hukum dasarnya memang sunah, tapi ada aturan pesantren yang mewajibkannya. Namun, bukan berarti pengurus pesantren sok tahu karena telah mengubah hukum yang asalnya sunah menjadi wajib, tapi itu dilakukan sebagai upaya pembiasaan pada santri.
Selama aturan pesantren tidak berseberangan dengan aturan agama, juga tidak menimbulkan mafsadat, maka sah-sah saja. Yang haram tetap diharamkan dan yang wajib tetap diwajibkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar